Munasabah
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, ilmu-ilmu
mengenai kitab suci umat islam, al-Qur’an al-Karim sudah tidak terlalu diminati
oleh kaum pemuda. Padahal, kaum pemuda saat inilah yang akan menggantikan dan
meneruskan perjuangan keilmuan pedoman umat islam tersebut. Padahal, dalam keseharian,
al-Qur’an sangatlah berperan aktif dalam setiap aktivitas dalam masyarakat.
Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah menjad bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat muslim, namun sayangnya, kajian mengenai perkembangan
al-Qur’an semakin banyak ditinggalkan.
Al-Qur’an sebagai
pegangan hidup umat islam memegang peran yang sangat besar terhadap
perkembangan keilmuan teologi islam karena al-Qur’an ialah sumber terbesar dan
terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka,
kajian terhadap al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak
ada habisnya.
Salah satu kajian
dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin
terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung
di dunia ulum al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa
besarnya peran munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.
Selama ini, kebanyakan
orang lebih mengenal “asbab an-Nuzul” daripada “munasabah”.
Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli
tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai
suatu ayat atau surat dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam
al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun
surat dalam al-Qur’an.
Hubungan antara ayat
ataupun surat dalam al-Qur’an tentulah tidak disusun secara sembarangan karena
setiap penyusunan dalam al-Qur’an memiliki makna yang saling berkaitan dan
sangat membantu dalam penafsiran al-Qur’an. Bahkan, sebagian mufassir ada yang
lebih mempercayai munasabah dalam al-Qur’an daripada asbab an-nuzul
yang belum diketahui betul kebenarannya.
Maka, diharapkan bahwa
para akademisi akan lebih mengenal dan memahami arti munasabah dalam al-Qur’an
sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat, surat, maupun juz dalam
al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari al-Qur’an dan mengkaji lebih
dalam apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada Latar
Belakang di atas, diperoleh rumusan masalah :
ü Bagaimana cara mengetahui arti dan manfaat munasabah didalam
al-Qur’an
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini
adalah :
ü Untuk mengtahui arti dan manfaat munasabah didalam al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Munasabah
Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa
arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah
(keserupaan).
dan muqarabah. Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara etimologis
disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan
ilmu yag mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan
untuk mengetahui nilai (kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.
Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam
muncul dari kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi
salah satunya, memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada
bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan
lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat,
illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh)
Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah
segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dan satu ayat dengan
ayat yang lain atau antara satu surat dengan surat yang lain. Menurut M Hasbi
Ash Shiddieq membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau antar ayat
saja.
Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan
sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat Al-Qur’an atau dengan
kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia
hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian
diharapkan ilmu ini dapat menyingkap rahasia illahi, sekaligus sanggahanya,
bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu.
B.
Macam-Macam Munasabah
Ø Ditinjau dari sifatnya,
munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
ü Pertama, zhahirul
irtibath, yang artinya munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an
yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan
kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan
sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir,
penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain.
Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan.
Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang
menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw,
dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Taurad kepada Nabi Musa as.
Dari kedua ayat tersebut tampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan
tentang diutusnya nabi dan rasul.
ü
kedua, khafiyul
irtibath, artinya munasabah ini terjadi karena antara
bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri,
baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu
bertentangan dengan yang lain.
Hal tersebut tampak dalam 2 model, yakni, hubungan yang ditandai dengan
huruf‘athaf,
sebagai contoh, terdapat dalam surat al-Ghosyiyah ayat 17-20 :
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana diciptakan. Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung,
bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana dihamparkan.
Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya
tidak terkait satu dengan yang lain, padahal hakikatnya saling berkaitan erat.
Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan bumi pada ayat-ayat
tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan bicara
yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka sangat tergantung pada
ternak (unta), namun keadaan tersebut tak kan bisa berlangsung kecuali dengan
adanya air yang diturunkan dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana
mereka mengembala, dan mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk
berlindung dan berteduh, serta mencari rerumputan dan air dengan cara
berpindah-pindah di atas hamparan bumi yang luas.
Sedangkan model yang kedua, adalah tanpa adanya
huruf ‘athaf, sehingga membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan
ayat-ayat, berupa perhubungan secara maknawi. Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis : Tanzhir atau
hubungan mencerminkan perbandingan, Mudhaddah atau hubungan yang mencerminkan pertentangan,
Istithrad atau hubungan yang mencerminkan
keterkaitan suatu persoalan dengan persoalan lain.
Ø
Ditinjau dari segi materi, dapat
dibagi menjadi dua, yaitu
ü
Pertama, munasabah antar ayat dalam al-Qur’an, yaitu hubungan atau
persesuaian antara ayat yang satu dengan yang lain. Dengan penjelasan dan
contoh yang telah penulis kemukakan di atas.
ü
Kedua, munasabah antar surat. Dalam hal ini muhasabah antar surat dalam al-Qur’an memiliki
rahasia tersendiri. Ini berarti susunan surat dalam al-Qur’an disusun dengan
berbagai pertimbangan logis dan filosofis. Adapun cakupan korelasi antar surat
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hubungan antara nama-nama surat.
Misalnya surat al-Mu’minun, dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan
dengan surat al-Furqon. Adapun korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang
mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang menerangi mereka,
sehingga mereka mampu membedakan yang haq dan yang bathil.(21)
b. Hubungan antara satu surat dengan surat yang
lain. Misalnya
pembukaan surat al-An’am dengan al-hamdu.
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِى خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ
والنُّوْرَ. (الأنعام 1)
“Segala puji bagi Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang.”
(al-An’am [6]:1)
Ini
sesuai dengan penutupan surat al-Ma’idah yang
menerangkan keputusan di antara para hamba berikut balasanya:
إِنْ
تُعَذِّ بْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْلَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.
(المائدة
:118 – 120 )
“jika Engkau menyiksa
mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau
mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Yang Mahaperkasa dan Mahabijaksana....”
(al-Ma’idah [5]:118-120).
Hal
ini seperti difirmankan Allah:
وَقُضِىَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيْلَ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. (الزمر : 75 )
“Dan
diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: ‘Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (az- Zumar [39]: 75).
Demikian
pula Pembukaan Surat al-Hadid yang dibuka dengan tasbih:
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَلْأَرْضِ
وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. (الحديد : 1)
“Semua
yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dia-lah Yang
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (al-Hadid [57]:1).
Pembukaan
ini sesuai dengan akhir surat al-Waqi’ah yang memerintahkan tasbih
فَسَبِّحْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ. (الواقعة : 96 )
“Maka
bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar.” (al-Waqi’ah
[56]:96).
Begitu
juga hubungan antara surat Li ilafi Quraisy dengan surat al-fil. Ini
Karena kebinasaan ‘tentara gajah’ mengakibatkan orang Quraisy dapat mengadakan
perjalanan pada musim dingin dan musim panas; sehingga al-Akhfasy menyatakan
bahwa hubungan antara kedua surah ini termasuk hubungan sebab-akibat dalam
firman Allah:
فَالْتَقَطَهُ
آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا. (القصص : 8 )
“Maka
dipungutlah ia (Musa)oleh keluarga Firaun yang akibatnya ia menjadi musuh dan
kesedihan bagi mereka.” (al-Qashsha [28]:8).
c. Hubungan antar awal surat dan akhir surat. Dalam
satu surat terdapat korelasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya, dalam
surat al-Qashash. Surat ini dimulai dengan menceritakan Nabi Musa A.S,
menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperolehnya; kemudian
mencerikatan perlakuanya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang
berkelahi.
Allah
mengisahkan do’a Nabi Musa :
قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ
أَكُوْنَ ظَهِيْرًا لِلْمُجْرِمِيْنَ. (القصص 17).
“Musa berkata: ‘Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi
orang-orang yang berdosa.’” (al-Qashash [28]:17).
Kemudian surat ini diakhiri dengan menghibur
rasul kita muhammad bahwa ia akan keluar dari Mekkah dan dijanjikan akan
kembali lagi ke Mekkah serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang
kafir :
إِنَّ
الَّذِى فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَآدُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّيْ
أَعْلَمُ مَنْ جَآءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِى ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ وَمَاكُنْتَ
تَرْجُوْ أَنْ يَّلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلاَّرَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ فَلاَ
تَكُوْنَنَّ ظَهِيْرًا لِلْكَافِرِيْنَ. (القصص 58-86).
"Sesungguhnya yang
mewajibkan atasmu (untuk melaksanakan hukum-hukum) Qur’an, benar-benar akan
mengembalikan kamu ke tempat kembali (yaitu kota mekkah). Katakanlah : ‘Tuhanku
mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang
nyata.’ Dan kamu tidak pernah mengharap agar Qur’an diturunkan kepadamu, akan
tetapi ai (diturunkan) karena suatu rahmat besar dari Tuhanmu, oleh sebab itu
janganlah sekali-kali menjadi penolong bagi orang kafir.” (al-Qashash
[28]:85-86).
d.
Hubungan
antara dua surat dalam soal materi dan isinya.
Misalnya antara surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah. Yang mana dalam surat
al-Fatihah berisi tema global tentang aqidah, muamalah, kisah, janji, dan
ancaman. Sedangkan dalam surat al-Baqarah menjadikan penjelas yang lebih rinci
dari isi surat al-Fatihah
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Munasabah
Diantara manfaat mempelajari ilmu munasabah ialah sebagai berikut:
ü
Dapat mengembangkan
sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tema al-Quran kehilangan
relevansinya antara satu bagian dengan bagian yang lainnya.
ü
Mengetahui persambungan
atau hubungan antara bagian al-Quran, baik antara kalimat-kalimat atau
ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
ü
Dapat diketahui mutu
dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang
satu dengan yang lainnya, serta penyesuaian ayat atau surat yang satu dari yang
lain.
ü
Dapat membantu menafsirkan
ayat-ayat al-Quran setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan
kalimat atau ayat yang lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap penyusunan
ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam
penafsiran maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah
sangatlah berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan
mengetahui munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan
dalam setiap ayat karena tidak semua ayat bisa dipahami secara komprehensif
hanya dengan mengetahui asbab an-Nuzulnya saja.
Namun sayangnya, banyak yang tidak mengetahui ilmu ini
dan terkesan menomorduakan denga asbab an-Nuzul dalam al-Qur’an. Padahal,
penguasaan atas munasabah akan sangat membantu dalam penyimpulan dan
penafsiran al-Qur’an. Mempelajari munasabah tidak hanya akan menambah
wawasan saja, akan tetapi juga akan melatih kepekaan seseorang untuk melihat
suatu kaitan dalam berbagai hal.
Komentar
Posting Komentar