Kitab Sunan Imam Ibnu Majjah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hidup
ini adalah perjalanan yang melelahkan, tanjakan maupun turunan kerap kali
dirasakan oleh setiap pejalan, kita semua adalah pejalan yang dituntut untuk
sampai ketujuan kita walaupun banyak rintangan maupun ujian yang kita hadapi di
tengah jalan kehidupan. Oleh sebab itu, seorang pejalan hendaklah memiliki
panduan dan pedoman dalam menyikapi fenomena hidup. Al-Qur’an dan As-Sunnah
adalah pedoman pan panduan yang telah lulus uji coba. Dan ini terbukti dengan
eksistensi keduanya yang bersifat universal dalam segala kehidupan.
Sebelum kita menilik lebih lanjut seputar
Al-Quran dan hadits, ada baiknya kalau kita mengetahui lebih dahulu biografi
para muhaddits, karena berkat kegigihan merekalah kita sekarang dapat
mengetahui hukum dan mempelajari As-Sunnah dengan metodologi yang baik. Dunia
Islam boleh tersenyum kembali pada beberapa abad yang lalu, pasalnya pada
dekade ini telah lahir enam para muhaddits besar yang telah memberikan
sumbangsih yang sangat besar bagi peradaban Islam. Diantaranya adalah imam Ibnu
Majah, ulama yang terkenal jujur ini ternyata sangat berperan aktif dalam
dakwah Islam.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
pembuatan makalah ini, kami mendapatkan beberapa masalah dalam penulisannya,
diantaranya :
1.
Bagaimanakah
biografi Imam Ibnu Majjah dalam perjalanan menuntut ilmu dalam pengumpulan dan
penyusunan Hadist.
2.
Apa sanjungan ulama’ terhadap Imam Ibnu Majjah
3.
Adakah
karya intelektual, syarah dan sistematika Imam Ibnu Majjah
4.
Eksistensi
Kitab Sunan Ibn Majjah Dalam Kutubus Sittah
C.
Tujuan Pembahasan
Untuk menjawab
masalah-masalah didalam pembuatan makalah Kitab Sunan Ibnu Majjah secara
mendalam, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang Pengertian dari
biografi Ibnu Majjah, selanjutnya memaparkan sanjungan Ulama, karya
intelektual, syarah, dan sistematika terhadap Ibnu Majjah dan yang terakhir
kami akan menerangkan eksistensi kitab Sunan Ibn Majjah dalam Kutubus Sittah .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam Ibnu Majjah
Di suatu hari
tepatnya pada tahun 209/284 Masehi Allah menurunkan anugerahnya kepada rakyat
daerah Qazwin, karena di tempat itulah seorang imam yang jujur dan cerdas
dilahirkan. Imam itu adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabî’î bin Majah
Al-Qazwinî Al-Hâfidz, namun iman tersebut dengan sebutan Ibnu Majah. Sebutan
Majah ini dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal dengan sebutan
Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah dari
Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat pertama yang lebih valid.
Beliau mulai
mengecap dan menginjakkan kakinya di dunia pendidikan sejak usia remaja, dan
menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15 tahun pada seorang guru
yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasy (wafat tanggal
233 H). Bakat dan minat yang sangat besar yang dimilikinyalah yang akhirnya
membawa beliau berkelana ke penjuru negeri untuk menelusuri ilmu hadits.
Sepanjang hayatnya beliau telah mendedikasikan pikiran dan jiwanya dengan
menulis beberapa buku Islam, seperti buku fikih, tafsir, hadits, dan sejarah.
Dalam bidang sejarah beliau menulis buku “At-Târîkh” yang mengulas sejarah atau
biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya, dalam bidang tafsir beliau
menulis buku “Al-Qur’ân Al-Karîm” dan dalam bidang hadits beliau menulis buku
“Sunan Ibnu Majah”. Disayangkan sekali karena buku “At-Târîkh” dan “Al-Qur’ân
Al-Karîm” itu tidak sampai pada generasi selanjutnya karena dirasa kurang
monumental.
Suatu hari umat
Islam di dunia ditipa ujian, kesedihan menimpa kalbu mereka. Karena setelah
memberikan kontribusi yang berarti bagi umat, akhirnya sang imam yang dicintai
ini dipanggil oleh yang Maha Kuasa pada hari Senin tanggal 22 Ramadhan 273
H/887 M. Almarhum dimakamkan hari Selasa di tanah kelahirannya Qazwîn, Iraq.
Ada pendapat
yang mengatakan beliau meninggal pada tahun 275 H, namun pendapat yang pertama
lebih valid.
Walaupun beliau
sudah lama sampai ke finish perajalanan hidupnya, namun hingga kini beliau
tetap dikenang dan disanjung oleh seluruh umat Islam dunia. Dan ini adalah
bukti bahwa beliau memang seorang ilmuan sejati.
B.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Sama halnya
dengan para imam-imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu, seorang imam terkenal
Ibnu Majah juga melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk mencari secercah
cahaya ilmu Ilahi, karena ilmu yang dituntut langsung dari sumbernya memiliki
nilai lebih tersendiri daripada belajar di luar daerah ilmu itu berasal. Oleh
sebab itu beliau sudah melakukan rihlah ilmiyah-nya ke beberapa daerah; seperti
kota-kota di Iraq, Hijaz, Syam, Pârs, Mesir, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Damaskus,
Ray (Teheran) dan Konstatinopel.
Dalam
pengembaraannya beliau bertemu banyak guru yang dicarinya, dari merekalah
nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan dan menggali potensinya.
Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis dan bermanfaat sekali
bagi kelangsungan gizi umat Islam, karena perjalanannya ini telah membidani
lahirnya buku yang sangat monumental sekali, yaitu kitab “Sunan Ibnu Majah”.
C.
Para Guru Dan Murid Imam Ibnu Majjah
Guru sangat
berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran
kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta
didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang
mahal dalam dunia pendidikan.
Dalam
perjalanan konteks rihlah ilmiyahnya ternyata banyak para syekh pakar yang
ditemui sang imam dalam bidang hadits; diantaranya adalah kedua anak syeikh
Syaibah (Abdullah dan Usman), akan tetapi sang imam lebih banyak meriwayatkan
hadits dari Abdullah bin Abi Syaibah. Dan juga Abu Khaitsamah Zahîr bin Harb,
Duhîm, Abu Mus’ab Az-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad At-Tanâfasy, Jubârah bin
Mughallis, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin
Al-Azhar, Basyar bin Adam dan para pengikut perawi dan ahli hadits imam Malik
dan Al-Lays.
Seperti
dikatakan pepatah “Ilmu yang tak diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah”,
bait syair ini sarat makna yang luas. Walaupun pohon itu indah dan tegar, namun
kalau tidak bisa mendatangkan manfaat bagi yang lain maka tidak ada maknanya,
seorang penuntut ilmu sejati biasanya sangat senang sekali untuk men’transfer’
ilmunya kepada orang lain, karena dengan seringnya pengulangan maka semakin
melekatlah dalam ingatan. Bak kata pepatah lagi “Ala bisa karena biasa”.
Oleh sebab itu, sang imam inipun giat dalam memberikan pelajaran bagi
murid-muridnya.
Diantara murid
yang belajar padanya adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ibrahim Al-Qatthân, Sulaiman
bin Yazid, Abu Ja’far Muhammad bin Isa Al-Mathû’î dan Abu Bakar Hamid
Al-Abhâry. Keempat murid ini adalah para perawi Sunan Ibnu Majah, tapi yang
sampai pada kita sekarang adalah dari Abu Hasan bin Qatthân saja
D.
Sanjungan Para Ulama’ Terhadap Imam Ibnu Majjah
Berkat
istiqamah dan kegigihannya dalam dunia pendidikan, ditambah lagi ketekunannya
dalam disiplin hadits; maka wajar apabila beliau termasuk ulama yang paling
disegani pada masanya. Dan tak heran apabila beliau sering mendapatkan
penghargaan yang tinggi dan sanjungan dari ulama-ulama selainnya. Abu Ya’la
Al-Kahlily Al-Qazwîny berkata : “Imam Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan
yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dan dapat dijadikan
argumentasi pendapat-pendapatnya, ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak
menghapal hadits”.
Sanjungan yang
senada banyak juga yang menyampaikannya pada beliau, seperti Abu Zar’ah Ar-Râzî
dan Zahaby dalam bukunya “Tazkiratu Al-Huffâdz” mengilustrasikannya
sebagai ahli hadits besar dan mufassir, pengarang kitab Sunan dan tafsir, serta
ahli hadits kenamaan negerinya.
Kejujuran,
kecerdasan dan pengetahuannya yang sangat luas telah menobatkan beliau menjadi
ulama ternama. Seorang penuntut ilmu yang cerdas tidak ada artinya apabila
tidak memiliki keindahan akhlak, tetapi seorang penuntut ilmu tadi akan lebih
terhormat dan mulia pula. Karena akhlak mulia adalah simbol atau refleksi dari
ilmu yang dimilikinya. Statement ini diperkuat dengan kalam Allah dalam
Al-Quran : “…Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat, dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Seorang
mufassir dan kritikus hadits besar yang bernama Ibnu Kasir dalam karyanya “Al-Bidâyah”
mengatakan : “Muhammad bin Yazid (Ibnu Majah) adalah pengarang kitab Sunan
yang masyhur. Kitabnya itu bukti atas ilmu dan amalnya, keluasan
pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya terhadap
hadits dan ushûl serta furû’.” Begitulah sebahagian kecil sanjungan yang
diterima Ibnu Majah selama ini. Semoga Allah menyertakan beliau termasuk
golongan orang-orang yang dibanggakan-Nya di hadapan malaikat-malaikat-Nya.
E.
Metodologi Imam Ibnu Majjah
Kalau kita
berbicara seputar metodologi yang dianut oleh imam Ibnu Majah dalam pengumpulan
dan penyusunan hadits, maka seyogianyalah kita untuk mengulas dan memilik lebih
lanjut dari metode sang imam dalam menyusun kitab “Sunan Ibnu Majah”.
Karena buku yang digunakan sebagai salah satu referensi bagi umat Islam ini
adalah buku unggulan beliau yang populer sepanjang sekte kehidupan. Walaupun
beliau sudah berusaha untuk menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun
sayang masih terdapat juga hadits-hadits yang dho’îf bahkan maudû’
di dalamnya.
Dalam menulis
buku Sunan ini, beliau memulainya terlebih dahulu dengan mengumpulkan
hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab atau bab-bab yang berkenaan dengan
masalah fiqih, hal ini seiring dengan metodologi para muhadditsîn yang
lain.
Setelah
menyusun hadits tersebut, imam Ibnu Majah tidak terlalu memfokuskan ta’lîqul
Al-Hadits yang terdapat pada kitab-kitab fikih tersebut, atau boleh
dikatakan beliau hanya mengkritisi hadits-hadits yang menurut hemat beliau
adalah penting.
Seperti
kebanyakan para penulis kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis
hadits mereka memasukkan pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun
dalam hal ini Ibnu Majah tidak menyebutkan pendapat para ulama fâqih
setelah penulisan hadits.
Sama halnya
dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan
hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting
menurut beliau.
Ketika Al-Hasan
Al-Qatthany mendapatkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sya’bah
dengan perantara perawi lainnya, dan pada hadits yang sama juga beliau
mendapatkan perawi selain gurunya Ibnu Majah, maka hadits ini telah sampai pada
kategori hadits Uluwwu Al-Isnad meskipun beliau hanya sebatas murid dari sang
imam Ibnu Majah, namun derajatnya sama dengan gurunya dalam subtansi Uluwwu
Al-Hadîts tersebut, ada juga berhasil disusun oleh sang imam dengan uraian
sebanyak 32 kitab menurut Zahaby, dan 1. 500 bab menurut Abu Al-Hasan Al-Qatthany
serta 4000 hadits.
F.
Karya Intelektual Imam Ibnu Majjah
Selain mahir
dalam bidang Hadis, Ibn Majjah juga menguasai disiplin ilmu lain. Hal ini
dibuktikan, bahwa semasa ia hidup ia mempunyai karya-karya yang bukan hanya
dalam bidang Hadis. Karya-karya tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Dalam
bidang tafsir, Ibn Majjah memiliki karya “Tafsir al-Qur’an al-Kariim”.
Tafsir ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan Ibn Majjah hanya sebatas
terjemahan saja. Selain itu, keberadaan kitab tafsir ini tidak sampai
ketangan kita, sebab kitab tafsir dari Ibn Majjah masih dalam bentuk manuskrib.
2.
Dalam
bidang sejarah, Ibn Majjah memiliki karya al-Tarikh al-Islam yang berisi
tentang sejarah sejak masa sahabat sampai dengan masa Ibn Majjah.
3.
Dalam
bidang Hadis, yang sekaligus membuat ia terkenal yaitu Kitab Sunan Ibn
Majjah.
G.
Syarah Imam Ibnu Majjah
Beberapa kitab yang mensyarahkan kitab sunan Ibn Majjah adalah :
1.
Al-Muglata’I
(w. 726) dalam kitabnya al-I’lam bi Sunanih Alaihi al-Salam.
2.
Al-Kamaluddin
Ibn Musa al-Darimi (w. 808 H) dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn Majjah
3.
Ibrahim
Ibn Muhammad al-Halabi dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn Majjah
4.
Jalal
al-Diin al-Syuyuti (w. 911 H) dalam kitabnya Syarah al-Zujajah bi Syarh Ib
Majjah
5.
Muhammad
Ibn Abd al-Hadi al-Sindi (w. 1138 H) dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn Majjah
H.
Sistematika Imam Ibnu Majjah
Kitab Sunan Ibn
Majjah yang terdiri atas 2 Jus, 37 kitab, 1515 bab dan 4341 Hadis , disusun
berdasarkan masalah hukum fiqh. Hal ini memudahkan kita untuk mengakses
Hadis-Hadis yang terdapat didalamnya sesuai dengan kebutuhan. Untuk lebih
jelasnya bagaimana sistematika penulisan Kitab Sunan Ibn Majjah, dapat di lihat
dalam tabel di bawah ini :
1.
[Al-Muqaddimah.
3] 20.
[Al-Itq. 840]
2.
[Al-Taharah.
9] 21. [Al-Hudud. 847]
3.
[Al-Sholat.
219] 22. [Al-Diyat. 873]
4.
[Al-Azan. 232] 23.
[Al-Wasaya. 900]
5.
[Al-Masajid
Wa Al- Jama’ah. 234] 24. [Al-Faraid.
908]
6.
[Al-Iqamah.
264] 25.
[Al-Jihad. 920]
7.
[Al-Jana’iz.
461] 26.
[Al-Manasik. 962]
8.
[Al-Siyam.
525] 27. [Al-Azahi. 1043]
9.
[Al-Zakat.
565] 28. [Al-Zabaih. 1056]
10.
[Al-Nikah.
592] 29. [Al-Syad. 1068]
11.
[Al-Talaq. 650] 30.
[Al-Atimah. 1083]
12.
[Al-Kafarat. 676] 31.
[Al-Asyribah. 1119]
13.
[Al-Tijarat. 723] 32.
[Al-Tib. 1137]
14.
[Al-Ahkam. 774] 33.
[Al-Libas. 1176]
15.
[Al-Hat. 795] 34. [Al-Adab.
1206]
16.
[Al-Sadaqah. 799] 35.
[Al-Du’a. 1258]
17.
[Al-Zuhud. 815] 36.
[Ta’bir Al-Ru’ya. 1258]
18.
[Al-Suf’ah. 833] 37. [Al-Fitan. 1290]
19.
[Al-Luqatah. 836] 38. [Al-Zuhud. 1373]
I.
Eksistensi Kitab Sunan Ibn Majjah Dalam Kutubus Sittah
Kitab Sunan Ibn
Majjah dalam posisinya sebagai bagian Kutub al- Sittah (6 kitab pokok
Hadis), masih diperselisihkan oleh para ulama’. Dari perselisihan ulama
tersebut, dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang menentang
atas keberadaan Sunan Ibn Majjah sebagai bagian dari Kutub al-Sittah dan
kelompok yang sepakat bahwa Sunan Ibn Majjah adalah kitab ke enam dalam Kutub
al-Sittah. Kelompok yang tidak sepakat diwakili oleh Abul Hasan Ahmad Bin
Razin al-Abdari as-Sarqasti (w. sekitar 535 H). Menurut as-Sarqasti, bahwa
kitab ke-enam adalah al-Muwatta’ Imam Malik bukan Sunan Ibn Majjah. Hal
ini dikarenakan al-Muwatta’ derajatnya lebih tinggi dari Sunan Ibn
Majjah. Pendapat tersebut terdapat dalam kitabnya “al-Tajrid Fil Jam’I Bainas
Sihah”. Pendapat as-Sarqasti di atas di ikuti oleh az-Zabidi as-Syafi’I (w. 944
H) dalam kitabnya “Tasyirul Wusul”.
Sedangkan ulama
yang sepakat menempatkan sunan Ibn Majjah sebagai Kitab ke-enam, di wakili oleh
al-Hafiz Abdul Fadli Muhammad Bin Tahir al-Maqdisi (w. 507 H) dalam kitabnya Atraful
Kutubus Sittah yang diperdalam dalam risalahnya ”Syurutul A’imatutis
Sittah “. Pendapat al-Maqdisi tersebut, di ikuti oleh Hafiz Abdul Gani Bin
al-Wahid al-Maqdisi (w.600H) dalam kitabnya “al-Ikmal Fi Asma’ ar-Rijal”.
Kelompok ini berpendapat bahwa kitab Sunan Ibn Majjah banyak terdapat Hadis
yang masuk dalam kategori Zawa’id.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Ia adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabî’î bin Majah
Al-Qazwinî Al-Hâfidz, namun iman tersebut dengan sebutan Ibnu Majah. Sebutan
Majah ini dinisbatkan kepada ayahnya Yazid, yang juga dikenal dengan sebutan
Majah Maula Rab’at. Ada juga yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah dari
Yazid. Walaupun demikian, tampaknya pendapat pertama yang lebih valid.
Beliau mulai mengecap dan menginjakkan kakinya di dunia pendidikan
sejak usia remaja, dan menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15
tahun pada seorang guru yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin Muhammad
At-Tanafasy. Bakat
dan minat yang sangat besar yang dimilikinyalah yang akhirnya membawa beliau
berkelana ke penjuru negeri untuk menelusuri ilmu hadits.
Dalam bidang sejarah beliau menulis buku “At-Târîkh” yang mengulas
sejarah atau biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya, dalam bidang
tafsir beliau menulis buku “Al-Qur’ân Al-Karîm” dan dalam bidang hadits beliau
menulis buku “Sunan Ibnu Majah”. Disayangkan sekali karena buku “At-Târîkh” dan
“Al-Qur’ân Al-Karîm” itu tidak sampai pada generasi selanjutnya karena dirasa
kurang monumental.
Suatu hari umat Islam di dunia ditipa ujian, kesedihan menimpa
kalbu mereka. Karena setelah memberikan kontribusi yang berarti bagi umat,
akhirnya sang imam yang dicintai ini dipanggil oleh yang Maha Kuasa pada hari
Senin tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M. Almarhum dimakamkan hari Selasa di tanah
kelahirannya Qazwîn, Iraq.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syuhbah, Mauhammad, Fi Rihabi as-Sunnah al-Kutubi al-Shihahi
al-Sittah Terjemah. Ahmad Usman, Surabaya: Pustaka Progresif, 1993.
Majjah, Ibn, Sunan Ibn Majjah, Juz 1 Beirut: Dar al-Kutub
al-Alamiyah.
Majjah, Ibn, Sunan Ibn Majjah, Juz 2, Beirut: Dar al-Kutub
al-Alamiyah.
Soetari, Endang, Ilmu Hadis, Bandung: Amal Bakti Press, 1994.
Suryadilaga, M. Alfatih, Studi Kitab hadis, Yogyakarta:
Teras, 2003.
Komentar
Posting Komentar